Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Micro Sleep Saat Berkendara: dari Halusinasi hingga Mimpi


Beberapa ratus meter menjelang Exit Tol Penompo, masih di Kilometer 712, berjejer mobil polisi, PJR dan damkar. Terlihat beton tebal penyangga billboard nyaris ambruk, bahkan pondasinya sudah terangkat keluar. Saya bergidik ngeri menyaksikan pecahan bodi kendaraan yang berceceran di bahu jalan tol. Saat itu, kendaraan yang terlibat kecelakaan sudah dipindahkan. Jika papan billboard saja nyaris rubuh, maka dugaan saya, tidak mungkin ditabrak mobil kecil biasa, pasti kendaraan besar. 

Benar saja, melalui kabar dari Suara Surabaya, kecelakaan itu melibatkan bis pariwisata ukuran medium. Kecelakaan tunggal. Pukul 6 pagi. Berarti saya melewati lokasi 4 jam setelahnya. Korbannya bukan main, 15 orang meninggal. Jadilah peristiwa ini sebagai kecelakaan dengan jumlah korban meninggal terbanyak di Tol Mojokerto. Andai tidak sampai menabrak tiang billboard, mungkin ceritanya akan lain. 

Sungguh keajaiban, sopir utama dan sopir cadangan selamat dari maut. Berdasarkan investigasi KNKT, sopir cadangan yang waktu itu mengemudikan bisnya tidak hanya mengantuk, bahkan sudah tertidur pulas. Memang tidak ada obat yang mujarab bagi orang mengantuk selain tidur pulas. Tapi masalahnya, ketika tak sengaja tidur pulas saat berkendara, sopir justru menidurkan sebagian penumpangnya, untuk selamanya. 

Manakala sopir yang sudah mengantuk, lmemaksakan diri untuk berkendara, ia bakal mengalami fase yang populer dengan istilah micro sleep. Tertidur sesaat tanpa disadarinya. Berbahaya dan mematikan, baik bagi dirinya maupun orang lain. 

Micro sleep ini pernah saya alami sendiri. Seingat saya dua kali, keduanya terjadi dini hari, jam yang sopir amatiran seperti saya normalnya sudah masuk fase deep sleep, tertidur pulas di kasur. Anehnya, saya mengalami sesuatu yang sulit dinalar, yakni berhalusinasi bahkan bermimpi saat mengemudi mobil. 

Pertama, terjadi ketika nyetirin guru saya, Ustadz Bayu Candra dan rombongan majelis jagad shalawat perjalanan pulang dari rihlah ruhaniyyah. Waktu itu, kami menyewa tiga mobil dari Malang untuk keliling silaturahmi. Ke Ustadz Muhamad Rizal di Singgahan, Tuban. Meluncur lagi ke barat hingga Rembang, sowan ke Ustadz Achmad Misbahudin Ad-Dakhil. Terakhir menutup perjalanan di rumah Mas Alfan Ghinan Rusydi di Bojonegoro malam harinya. 

Suasana sudah larut ketika kami pamit pulang ke Malang. Kami harus mengejar deadline rental mobil agar tidak kena denda. Subuh harus sudah di Malang.  Apesnya, di mobil saya tidak ada kawan yang bisa menggantikan nyetir, jika sewaktu-waktu saya kelelahan dan ngantuk berat. Tentu sangat beresiko. Dari Bojonegoro hingga Gresik, saya masih ditemani ngobrol, sehingga rasa ngantuk tidak cepat kambuh. Tetapi, memasuki tol Gresik sampai Pandaan. Suasana dalam mobil hening. Sesekali muncul suara-suara ngorok. Wah, ini. Penumpang sudah nyenyak sekali, kecuali saya. Bagaimana ndak tidur nyenyak, lha wong setiap mampir silaturahmi, selalu makan enak sepuasnya. Perut kenyang, tidur pun tenang. 

Pukul 02.00 dini hari, mobil yang saya kemudikan tiba di perempatan Suhat, Kota Malang, arah Jembatan. Mata saya sudah berat, tak kuat menahan kantuk. Melek setengah merem. Antara sadar dan tidak. Saya melihat traffic light warna merah. Posisi mobil saya hentikan tepat di garis batas putih. Sepi sekali. Hanya mobil saya yang berhenti. Dengan dua mobil lainnya sudah berpisah sejak masuk tol.

Tak disangka, dari arah timur, muncul kereta kencana lengkap beserta kuda dan lampu kuning temaram, nyebrang begitu saja depan mobil saya. Menuju arah utara. Tentu saja saya kaget dan syok. Saya membuka mata lebar-lebar. Keretanya mendadak hilang. Tidak ada apa-apa di depan saya. Bahkan traffic light yang tadinya saya lihat menyala merah, kini hanya kuning berkedip. Saya tengok ke belakang. Seluruh penumpang tidur pulas. Menyisakan saya yang kebingungan. Ya Allah, saya berhalusinasi. Mana ada kereta kencana yang lewat tengah malam di Kota Malang. Hi, merinding. Horor sekali rasanya.

Saya ceritakan hal itu ke ustadz Bayu. Memang, jika orang kondisinya lelah dan ngantuk berat, frekuensinya makin dekat dengan dimensi lain, sehingga rawan berhalusinasi seakan-akan melihat makhluk alam lain. Bukan kali itu saja saya berhalusinasi ketika nyetir, seringkali saya lihat orang duduk di samping jalan, ternyata pot bunga. Terkadang lihat orang berdiri di tengah jalan, tiba-tiba hilang kena sorot lampu dim. Jalan berkelok kadang terlihat lurus. Itu semua terjadi ketika nyetir dini hari. Dengan kondisi fokus yang menurun karena lelah dan ngantuk. 

Pengalaman kedua lebih parah lagi. Saya sampai bermimpi ketika nyetir. Ceritanya, saya bersama dosen panutan Dr. Ainul Yaqin  perjalanan pulang dari Yogyakarta ke Malang. Sebelumnya, kami sedari pagi sibuk mengikuti International Conference bersama teman-teman dari ITS. Saya dan Pak Ainul sengaja berangkat dari Malang, difasilitasi mobil dinas oleh UIN Maliki Malang. Kami bergantian jadi sopir dari Malang ke Yogyakarta via Magetan-Tawangmangu. Pulangnya, lewat Sregen-Ngawi. 

Rugi rasanya, ke Yogyakarta hanya untuk Conference. Kami manfaatkan sisa waktu sebelum pulang untuk self-healing ke pantai dekat Parangtritis. Ya, sekadar lihat ombak dan minum degan. Lumayan, dapat vitamin sea. Barulah pukul 16.30, kami tancap gas pulang. Sempat mampir sebentar di rumah singgah untuk ambil barang bawaan. Kelly Rossa Sungkono berbaik hati meminjamkan rumahnya di sekitaran bandara Adi Sucipto untuk tempat kami menginap sehari sebelumnya.

Saya lihat GPS, Yogyakarta ke Malang via Sragen jauhnya luar biasa. Apalagi tol belum jadi. Saya pesimis sanggup nyetir sejauh itu dengan kondisi fisik yang sudah capek dan ngantuk. 

"Nanti gantian aja, Ris", ujar Pak Ainul. 

Saya diminta nyetir sekuatnya. Beliau izin tidur duluan, agar nanti tidak terlalu ngantuk ketika gantian nyetir. 

Saya sudah janjian dengan Fadzila Yudi Mardana, kawan akrab yang tinggal di dekat Caruban. Barangkali Pak Ainul bersedia diajak bermalam meski sesaat. Perjalanan akan sangat berat jika tidak transit. 

Memasuki Caruban, saya intip jam di dashboard mobil, mendekati 01.00 dini hari. Kondisi jalan lurus dan lengang. Tanpa saya sadari, saya sedang berada di ruangan yang biasa kami gunakan untuk bimbingan tesis ke Prof. Riyanarto. Saya serius menyimak beliau menerangkan sesuatu di depan. Sedangkan saya dan teman-teman satu bimbingan serius mendengarkan. 

"Astaghfirullah", saya reflek berteriak. Posisi mobil masih berjalan. Kali ini agak geser ke kanan. Untunglah, tidak ada kendaraan dari arah berlawanan. 

Pak Ainul yang tadinya tidur mendadak terbangun. 

"Ono opo, Ris", tegurnya. 

"Saya ngantuk berat pak. Barusan sampai mimpi ketemu Prof. Riyanarto."

Seumur-umur, baru kali itu saya mimpi ketika berkendara. Saya tertidur beberapa detik sampai bermimpi sedang bimbingan tesis. Mungkin inilah yang disebut micro sleep. Saya benar-benar mengalaminya. Andai saat itu posisi jalan ramai dengan truk malam, entah apa yang terjadi. 

Saya izin ke Pak Ainul jika saya sudah tidak sanggup nyetir hingga Malang. Terlalu beresiko. 

Untunglah, kami segera tiba di rumah Dana. Kami bertamu di jam yang tidak lazim. Disambut tuan rumah dengan hidangan makan. Entah makan malam atau sarapan. 

Berulang kali Dana membujuk kami agar bersedia menginap di rumahnya. Baru selepas subuh lanjut lagi ke Malang. Sayangnya, tidak memungkinkan. Pak Ainul sudah janji untuk mengembalikan mobil jam 7 pagi ke kampus. Mobil dinas akan digunakan lagi oleh perjalanan dinas yang lain. 

Terpaksa, kami bertamu singkat sekali. Seperti numpang makan. Pukul 01.30, kami berpamitan. Pak Ainul mengambil alih kemudi. Saya duduk di kursi depan sebelah kiri, posisi sandaran saya turunkan maksimal. Nikmat sekali buat tidur. 

Saya dibangunkan Pak Ainul untuk sholat subuh. Sudah di Pujon. Ternyata saya tidur begitu nyenyaknya, sampai hilang kesadaran. Tak terasa, 3 jam lebih berlalu dari Madiun. 

"Pak, rambut njenengan kok basah semua?" tanya saya heran. 

Ternyata, selama perjalanan tadi, Pak Ainul sengaja menyiram rambut dan wajahnya dengan air mineral. Lumayan untuk nahan ngantuk, katanya. Wah, ini jurus baru kayaknya. Menahan kantuk dengan nyiram rambut. 

Dua kejadian micro sleep itu pelajaran berharga bagi diri saya. Alhamdulillah, Allah masih memberikan keselamatan. Kini, saya lebih memilih jujur ke diri sendiri. Jika ngantuk mulai menyerang, saya akan menepikan mobil di SPBU lalu tidur meski sesaat. Itu bagian dari mitigasi bencana. Baik untuk keselamatan diri kita maupun orang lain. Bukankah kecelakaan adalah bencana yang harus kita cegah dan hindari. Semoga kita terhindar dari kecelakaan yang mematikan. 

Posting Komentar untuk " Micro Sleep Saat Berkendara: dari Halusinasi hingga Mimpi"