Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesamaan Istri dengan Jalan Tol

Selama ini, saya mengagumi keindahan alam Gunung Penanggungan-Welirang-Arjuno melalui tol Pandaan-Malang. Sebagai rakyat jelata yang mainnya hanya level antar kota dalam provinsi, tol Pandaan - Malang saya dedikasikan sebagai tol favorit berpemandangan indah. Sehingga masuk tol ini tidak otomatis jadi monoton dan membosankan, macam tol Kertosono hingga Surabaya.

Sampai tibalah saya berkesempatan main lebih jauh. Kali ini antar kota antar provinsi. Melewati jalur tol yang kata orang terindah, bahkan se-Indonesia. Tol Semarang-Bawen-Salatiga.

Hmm, masa sih. 


MasyaAllah, ternyata iya. Benarlah kata orang. Saya menikmati hamparan perbukitan hijau dan eloknya gunung di kanan kiri jalan tol. Walau mata ini ngantuk berat, rasanya sayang jika keindahan ini lewat begitu saja.

Apalagi saya menikmatinya dari Kendaraan Jetbus High Decker. Duduk di kursi depan dekat pak kusir yang sedang bekerja. Ah, benar-benar kenikmatan yang haqiqi.

Jika jalan tol identik dengan jalan lurus dan datar, maka tidak dengan jalur ini. Sepanjang jalan, tol ini penuh dengan tanjakan, turunan bahkan kelokan tajam.

Bagi kendaraan besar dan berat macam truk muatan. Tentu tergolong ekstrim dan berbahaya. Makanya banyak dijumpai jalur darurat. Rawan rem blong.

Kesimpulannya, main jauh itu perlu. Minimal ada bahan iming-iming ke istri tercinta.

"Uma, bulan depan kita liburan ke Semarang, yuk."

"Jauh amat, Bi".

"Soalnya ada tol yang sama kayak Uma".

"Maksudnya gimana, Bi".

"Sama-sama indah dipandang".

Ea, Ea, Ea...

Loncat salto.

Langsung tersipu malu.

"Adik Nadifah diajak Ndak, Bi".

"Harus dong, diajak ke rumah nenek, terus kita berangkat ke Semarang".

Itulah rencana skrip dialog sepulang dari Semarang. Semoga istri belum baca postingan ini.

Posting Komentar untuk " Kesamaan Istri dengan Jalan Tol"