Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Setelah Pare-Plosoklaten jadi "Jalan Tol", Blitar Bisa Apa?

Baru enam bulan lalu, saya menulis sesuatu yang "istimewa" tentang jalan Pare-Plosoklaten. Maqom jalan ini sudah lebih tinggi dari jalan rusak. Jalan hancur. Saking hancurnya, jalan ini mampu meluluhlantakkan shockbreaker dan constant velocity joint bagian depan mobil. Jalan ini berbahaya bagi mobil pendek. 

Mas Sugeng, montir langganan di Dawuhan itu senyam-senyum. 

"Kok parah begini, habis off-road, mas?"

"Tiap Minggu, Mas Sugeng". 

"Beh, Layak, Mas".

Air mata saya meleleh melihat selembaran kertas kecil, tagihan servis. Ditambah sedikit, sudah setara UMR Blitar.

Ada harga yang dibayar mahal untuk menembus jalan hancur. Kadang saya berpikir, apa perlu saya bolos bayar pajak sebagai kompensasi kerugian? 

Oh, tidak. 

"Bukan begitu konsepnya, Bambang."

Bagaimana mungkin jalan bisa di-cor tanpa masukan anggaran dari pajak. Jika semua pada mikir bolos pajak, yang ada malah jalan rusaknya makin awet. Wong rajin bayar pajak saja, rusaknya masih awet. Apalagi sering bolos.

Baik, kembali ke cerita Pare-Plosoklaten. Sebenarnya, itu cerita sudah usang. Enam bulan lalu. Ketika jalan Pare-Plosoklaten sedang sayang-sayangnya. Maaf, parah-parahnya. 


Minggu kemarin saya lewat lagi, dengan keadaan yang berubah drastis. Berbulan-bulan jalan ini ditutup. Bukan karena ada hajatan, melainkan pengecoran jalan. Niat sekali. Sampai ada dua jembatan yang ikut dilebarkan. 

Salut, usaha tidak mengkhianati hasil. Kini, Pare-Plosoklaten serasa lewat jalan tol. Sekarang saya sulit menemukan jalan rusak dari Kandangan sampai Ngancar. 

Saya berterimakasih kepada siapapun yang terlibat membenahi jalan ini. Utamanya Pemerintah Kabupaten Kediri. Anda telah mempermudah akses jalan, semoga jalan hidup anda juga dipermudah Allah. 

Bagi pemerintah daerah yang ingin didoakan selalu oleh warganya dan didoakan pula oleh setiap orang yang lewat di daerahnya, mudah saja, perbagus akses jalan. 

Praktis, setelah ini, hanya satu daerah yang menyisakan jalan rusak di jalur mudik saya. 

Kabupaten Blitar. 

Khususnya jalan Ponggok-Nglegok via Candirejo. 

Jika Pemda Kabupaten Blitar serius, jalan ini dapat dipoles cantik menjadi jalur utama menuju Kota Blitar. Dari arah utara. Indikatornya adalah tercepat dan terdekat. Jika tidak percaya, tanya saja pada GPS. Lha wong saya saja dikasih tahu GPS untuk lewat sini. 

Jalan di Candirejo Ponggok itu masih sangat longgar untuk diperlebar dan di-cor tebal.

Jangan sampai alasan klasik itu muncul lagi, 

"Mohon maaf saudara-saudara, Pemerintah Kabupaten tidak dapat ngecor jalan ini karena ini jalan desa, jalan provinsi, jalan negara dan jalan sengketa. Sepanjang bukan jalan kabupaten, mohon maaf tidak bisa, saudara". 

Bupati Bojonegoro tertawa mendengarnya. Bagaimana tidak, jalan negara saja di-cor pakai anggaran kabupaten. Saking baiknya lagi, jalan-jalan di kabupaten tetangganya, Blora, di-cor juga oleh Bupati Bojonegoro.  

Ini masih jalan di Blitar bagian Utara. Belum lagi wilayah selatan. Andai ada kata yang levelnya lebih tinggi dari mengenaskan, saya akan pilih itu. Tentu tidak seluruhnya, sebagian kecil saja. 

Saya menyadari, saya kan orang Mojokerto. Namun tidak ada yang mustahil, jika Allah berkehendak, saya akan menetap dan menjadi orang Blitar. 

Sebagai jalan pintas, saya hanya bisa berdoa, "Ya Allah, semoga muncul tambang minyak bumi di Kabupaten Blitar agar kaya macam Bojonegoro".

 Aamiin.....

Posting Komentar untuk "Setelah Pare-Plosoklaten jadi "Jalan Tol", Blitar Bisa Apa?"