Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kala Anak Sakit dan Dilarang Bertemu Dokter Anak Karena Dari Luar Kota

Saya keceplosan. Terlanjur bilang ke asisten dokter anak, kalau minggu kemarin baru datang dari Malang. Untung saya ndak bilang kalau habis ada acara yang melibatkan kerumunan. 

"Mohon maaf, anda tidak diperkenankan bertemu dokter anak. Apalagi anda tidak membawa surat bebas covid". 

"Tapi, anak saya sakit sebelum kami dari Malang, mbak!". 

"Sejak tanggal berapa sakitnya?".

"12 Februari".

"Wah, sudah sepuluh hari yang lalu, ada gejala apa saja?".

"Panas dan pilek. Namun hari ini tadi, panasnya tinggi sekali. Makanya kami periksakan kesini."

"Apakah ada saudara/keluarga dari luar kota yang berkunjung sebelumnya?"

"Hmmm". Saya mau bilang iya, nanti malah jadi masalah baru. Sebenarnya sehari sebelum anak saya sakit. Kami dikunjungi ayah dan ibu dari Mojokerto. Maklum lah, siapa yang betah berlama-lama tanpa gendong cucu. 

"Gini saja mas". 

"Bagaimana mbak?". Saya harap-harap cemas

"Peraturan kami disini, anda tidak diperkenankan bertemu langsung ke dokter anak." 

"Baiklah, terus bagaimana?". Tanya saya pasrah. 

Saya mikir solusi lain kalau kami ditolak untuk berobat. Saya tengok istri di sebelah. Wajahnya ikut cemas. Menggendong anak kami yang terdiam murung. Ketika kali pertama anak kami badannya panas, kami minumkan pentrakol anak. Ternyata panas menurun. Dikuatkan adanya ingus yang "mbleler". Oh, berarti hanya pilek biasa. Apalagi giginya mau tumbuh. Paling hanya panas sementara gara-gara itu. Seraya berharap agar cepat pulih. 

Beberapa hari berlalu, badannya normal pada pagi dan siang hari, namun menghangat pada malamnya, -tidak pas jika dikatakan panas-. Jika di cek termometer, tak sampai 38 c. Paling mentok di 37 c saja. 

Pengalaman buruk kami setahun lalu. Anak kami pernah demam tinggi hingga opname saat usianya 4 bulan. Ketika itu, dia sama sekali tidak bisa menangis. Hanya diam dan merintih. Kata dokter waktu itu, kena infeksi saluran pernapasan. Untungnya waktu itu corona belum sampai di Mojokerto.

Anehnya selama badan panas sekarang, si kecil tetap ceria seperti tidak ada sakit. Itulah yang membuat hati kami tenang. 

Namun, sepulangnya kami dari Malang, suhu badannya kian panas. Bahkan sempat menyentuh angka 39,5 c. 

Rencana membawa anak ke dokter umum kami batalkan. Kami cari dokter khusus anak di Kota Blitar. Alhamdulillah, nemu. Praktik dari sore hingga malam. 



"Bagaimana jika anda kami layani konsultasi online dengan dokter anak via WA? itupun jika anda berkenan. Jikapun keberatan, Bapak bisa langsung ke Rumah Sakit".  Saran asisten dokter.

Mendengar kata "Rumah Sakit", pikiran tambah runyam. Bukan perkara mudah untuk berkunjung ke rumah sakit di masa Covid begini. 

"Ya sudah mbak, saya setuju"

"Anda dan istri menunggu di mobil saja ya, silahkan WA nomor ini."

Saya simpan nomornya dan langsung chat. Ujung-ujungnya yang nerima chat ya asisten dokter tadi, lalu diteruskan ke dokter anak. 

Sesuai prosedur, saya nungguin di mobil sambil nunguin balasan dari dokter anak. Padahal mobil kami terparkir di depan tempat dokter anak praktik. Agak aneh juga sih. Padahal bisa juga dibuat ruangan khusus yang memisahkan pasien dengan dokternya. Misalnya dipisahkan dengan kaca. Komunikasi via mikrofon kecil. Rasanya kurang sreg jika dokter anak tidak tahu langsung konsidi si anak yang sakit. 

"Kami buatkan surat pengantar untuk cek laboratorium". Saya agak terkejut baca balasan WA. 

Tak terbayangkan bagaimana kami harus tega memandang wajah lucu itu nangis sejadi-jadinya. Jarum suntik bakal menembus tangan mungilnya. Nyaris mustahil cek laboratorium tanpa ambil darah. 

Saya hela nafas dalam-dalam. Cek laboratorium memang pilihan masuk akal dan memberikan hasil yang akurat. Ini wajar sekali. Karena dokter tidak tahu langsung keadaan si anak. Apalagi panasnya sudah 10 hari. 

"Bagaimana kami ambil surat pengantarnya?". Saya balas kembali chat-nya. 

Beberapa menit berlalu tanpa kabar. Tak sabar menunggu lama. Saya yang tadinya "diusir" untuk di mobil saja, langsung menemui asisten dokter. Ternyata ada beberapa pasien anak yang antri untuk dilayani. Saya kembali ke mobil. 

Eh, malah beliaunya yang nyamperin saya. "Mas, mas.... ini suratnya". Sambil menyerahkan kertas yang tertutup rapat.

"hasil lab WA kan kembali ya, mas...". 

Au ah gelap

***

1 komentar untuk "Kala Anak Sakit dan Dilarang Bertemu Dokter Anak Karena Dari Luar Kota"

  1. Ya Allah sehatkanlah mereka kasihan mereka masih kecil kok harus dirawat dr...

    BalasHapus