Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perbatasan Ngantang - Kasembon, Jalur Mencekam di Waktu Malam ?

Ngantang dan Kasembon merupakan dua kecamatan yang terletak di Kabupaten Malang sebelah barat. Wilayah yang diapit oleh daerah perbukitan ini merupakan jalur utama untuk mencapai Kota Batu dan Kota Malang dari Kabupaten Kediri maupun Jombang. Maka, jadilah Ngantang dan Kasembon tersebut wilayah yang wajib dilewati oleh siapa saja yang berasal dari sebelah barat Kabupaten Malang. Sebenarnya, kedua wilayah ini tidak terlalu jauh dari Kota Malang. Namun, kondisi jalan yang berkelok dan naik turun membuat jarak tempuh ke wilayah ini agak jauh.

Jalur Kasembon-Ngantang, Melewati Pegunungan dengan Jalan Berliku

Ketika siang hari, kondisi lalu lintas yang ramai melintas, hawa yang sejuk dan pemandangan alam khas pegunungan menjadi hiburan tersendiri bagi para pengendara jalan. Sehingga, berapapun jauhnya wilayah ini, mereka seakan terobati dengan menikmati pemandangan alam yang memukau di sepanjang perjalanan dari Kota Batu hingga Kasembon. Apalagi jalur ini tidak sepenuhnya berupa hutan belantara. Malah, cenderung padat oleh pemukiman penduduk di sepanjang perjalanan. Intinya di siang hari, jalur ini sangat recommended  dan tidak ada masalah yang berarti. Hanya saja perlu kewaspadaan tinggi agar tidak terjadi apa-apa ketika melintas.

Lantas, apa yang menjadikan wilayah Ngantang dan Kasembon mencekam? Pastinya ada sesuatu yang membuat saya tergerak untuk menceritakan pengalaman pribadi yang mencekam di wilayah itu. Bukan masalah banyaknya penampakan hantu yang bikin mencekam. Sejujurnya, saya tidak perlu takut digoda oleh penampakan hantu, karena sesakti-saktinya hantu penampakan, mereka tidak akan berniat untuk merampas kendaraan kita. Jadi, mencekam yang saya maksudkan adalah ancaman pembegalan di sepanjang jalan di perbatasan Ngantang dan Kasembon. Mengapa hanya di perbatasan Ngantang dan Kasembon saja yang dikatakan rawan dan mencekam? Karena wilayah di sepanjang Kota Batu, Pujon hingga Ngantang minim wilayah yang benar-benar sepi dari pemukiman penduduk. Setidaknya itu cerita yang saya dapatkan ketika berkunjung ke tokoh masyarakat Desa Pondok Agung, Kasembon.

Jalanan menuju Desa Pondok Agung, Kasembon

Kala itu, kalau tidak salah Bulan Oktober 2014, saya berangat dari Kota Malang bersama teman saya Ali Fauzi sekitar pukul 14.00 siang menuju Desa Pondok Agung, Kasembon. Rencananya, malam hari kami harus sampai kembali di Kota Malang karena padatnya jadwal kuliah keesokan harinya. Disana, sebenarnya yang kami perlukan hanya tanda tangan laporan kuliah kerja nyata (KKM) dari para tokoh masyarakat, terutama kepala dusun (kasun) ketua posdaya dan takmir masjid. Sesampainya disana pukul 16.00 sore, kami langsung menemui tokoh masyarakat yang dimaksud. Ternyata tidak segampang yang kami prediksi, ada beberapa tokoh yang tidak dapat kami temui di waktu sore karena ada kegiatan di luar kampung. Hingga pukul 21.00 malam, akhirnya satu tokoh penting, yaitu Pak Kasun berhasil kami temui. Karena beliau orangnya ramah dan banyak bercerita, tak terasa kami ngobrol ngalor ngidul hingga pukul 22.00 lebih.

Melihat wajah saya yang mulai gelisah, akhirnya Pak Kasun angkat bicara, "Lho, kalian gak buru-buru kan? bukannya malam ini nginap disini?". "Aduh pak, besok pagi jam 6.30 saya ada jadwal kuliah penting, waktunya presentasi soalnya", jawab saya memelas. "Halah, bisa diatur itu, besok pulang habis subuh kan bisa, jam 6 pagi paling udah sampai di Malang", ucap Pak Kasun diplomatis. "Soalnya gini dek" , tambah Pak Kasun mau bercerita. "Daerah sini rawan begal kalau malam. Saya ndak menakut-nakuti, soalnya beberapa warga saya juga pernah kena begal. Padahal mereka penduduk sini sendiri, apalagi orang luar seperti kalian. Namun, ketika para begal tahu yang mereka begal penduduk sini (kasembon), biasanya motor yang mereka rampas dikembalikan, yang saya tahu target begal mereka memang orang luar".

Cerita Pak Kasun tentu membuat saya dan Ali sedikit ketakutan. Padahal yang saya inginkan, pulang jam berapapun tidak masalah yang penting segera sampai di Malang. "Pulang besok pagi saja, ris. Lebih aman kan ?" Ali mulai menggoyahkan keinginan saya. "Gak gitu Li, saya harus mempersiapkan apa yang saya presentasikan esok, lah kalau kita pulang pagi, yang saya presentasikan apa? masak slide kosong", jawab saya bersikukuh. Saya memang sukanya menerapkan sistem kebut semalam kalau mengerjakan tugas. Efeknya, kalau sedang kepepet seperti ini ya apa boleh buat. Pilihan sulit harus segera saya ambil.

Melihat saya yang masih ngotot, akhirnya Pak Kasun pun membagikan resep khusus yang mungkin hanya diketahui oleh penduduk asli saja. "Ya sudah kalau kamu bersikukuh harus pulang malam ini, ada beberapa hal yang harus kamu tahu," ucap Pak Kasun bikin penasaran. "Ada kode-kode khusus yang biasa dipakai oleh penduduk sini untuk menandakan bahwa yang sedang lewat adalah penduduk asli. Sudah tahu sama tahu lah, begalnya pun juga tahu. Gak aneh lagi sih, ini sudah menjadi rahasia umum. Daerah yang paling rawan adalah di perbatasan Kasembon dan Ngantang, disekitar Desa Pait. Kalian pasti melewati daerah hutan yang cukup lebat dan sepi sekali kalau malam. Jalannya juga berkelok-kelok. Begal pun dari jauh sudah tahu kalau ada motor yang mau lewat, dari sorot lampu dan suara motornya. Biasanya mengincar motor yang jalan sendirian. Cara pembegalannya terbilang cukup ekstrim, biasanya yang bukan penduduk situ, mereka melajukan motornya dengan cukup kencang karena jalanan sepi, maka di belokan-belokan tertentu mereka memasang tali yang cukup kuat untuk menjatuhkan pengendara tersebut. Jika pengendara motor sudah jatuh dan terkapar, para begal langsung merampas motor lalu segera kabur."
"Wah, ngeri gitu pak? Lalu kode khususnya apa pak?" tanya saya gemetaran. "Jadi gini, kalau kalian sudah hampir melewati daerah yang saya maksudkan, usahakan jangan terlalu kencang melajukan motor, nyantai saja lah. Anggap tidak ada apa-apa. Usahakan jangan pakai jaket motor, pakai baju biasa saja. Helm juga dilepas. Kalau bisa, nyalakan lampu sein terus menerus ke arah kiri. Ini buat jaga-jaga saja, barangkali pas kalian lewat, begalnya juga lewat", tambah Pak Kasun sedikit bercanda.

Setelah dirasa cukup, kami segera pamit ke Pak Kasun untuk belik ke Kota Malang, sekitar pukul 22.30 malam, artinya hampir pukul 23.00 malam, kami akan melewati jalur yang dianggap rawan pembegalan tadi. Saya sudah melepas jaket dan helm sejak meninggalkan rumah Pak Kasun, begitu juga Ali. Suhu malam hari pun dinginnya bukan main, apalagi tanpa mengenakan jaket dan helm. Saya meminta Ali untuk menggantikan saya mengendarai motor karena kedinginan. Saya juga meminjamkan kopiah hitam saya kepadanya agar dia mirip bapak-bapak yang tinggal di sekitar situ.

Memasuki Desa Wonoagung, keadaan jalan sudah berkelok-kelok dan menanjak. Sampai akhirnya kami sampai di daerah hutan Desa Pait, berbatasan dengan Kecamatan Ngantang. Saya meminta Ali untuk mengurangi kecepatan motor. Keadaan gelap gulita, hanya sorot lampu sepeda motor yang masih berjuang menempus kabut malam. Saya semakin menggigil kedinginan. "Bismillah, aman", ucap saya dalam hati. Tidak lain hanya untuk menghibur diri supaya tidak ketakutan. Dari jauh saya melihat sorot lampu kendaraan roda empat dari arah berlawanan. Ternyata roda empat yang saya maksudkan tidak hanya datang sendirian, melainkan bergerombol dengan tiga kendaraan besar lainnya dibelakang. Ini cara yang jitu untuk mencegah pembegalan, karena seandainya kendaraan paling depan dibegal, yang belakang pasti juga berhenti, akhirnya si begal mungkin bisa digebukin ramai-ramai. Saya sebenarnya berharap ada mobil atau truk mengikuti di belakang saya, biar seperti dikawal. Namun, entahlah, dari arah Kediri ke Malang kok sepi sekali. Rasa-rasanya, hutannya tambah panjang, tidak habis-habis, padahal perjalanan siang hari serasa cepat ketika melewati hutan itu.

Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, akhirnya kami bisa melewati daerah mencekam rawan begal di perbatasan Kasembon-Ngantang. Kami sampai di Kota Malang dengan selamat sekitar jam 12 malam. Yang penting kami selamat meskipun harus kedinginan di tengah jalan. Itu pengalaman yang cukup berkesan bagi saya melewati daerah mencekam di malam hari. Semakin hari, rasanya daerah situ sekarang sudah semakin ramai. Karena memang jalan satu-satunya dari Kediri atau Jombang menuju Kota Malang. Namun, tidak ada salahnya supaya kita waspada selalu, mengingat kejahatan terjadi tidak hanya karena ada niat pelakunya, melainkan juga karena ada kesempatan.

Wallahu A'lam Bisshowab

Malang, 14 Februari 2016

Tanda Tangan

3 komentar untuk "Perbatasan Ngantang - Kasembon, Jalur Mencekam di Waktu Malam ?"

  1. Emang horor lewat situ..pernah pas Pengabdian Masyarakat di kasembon dulu tahun 2014 an.. jalan nya sepi banget klw udah malam,... dari malang kota - kasembon..
    tap dulu blom terkenal begal dulu..

    BalasHapus
  2. Hampir tiap minggu aku PP malang kediri, ga jarang jalan malam2 jg. Ngeri memang

    BalasHapus