Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kepaten Obor dan Upaya Lacak Garis Nasab

Ada notifikasi whatapps masuk. Muncul nama Kyai Subhan Ansori, salah seorang rekan dosen yang menjadi pengasuh pesantren APIS di Sanan Gondang, Blitar. Beliau mengirimkan tangkapan layar percakapan beliau dengan Gus Alex. Untuk memastikan, saya konfirmasi Kyai Subhan, "Gus Alex dari Pesantren Mambaul Ulum, nggih?". Beliau membenarkan.

Awalnya, saya merasa wajar, silaturrahim antar gus dan kyai sangat kuat, bahkan hingga turun-temurun. Keakraban Kyai Subhan dan Gus Alex tentu tidak patut dipertanyakan. Tapi, ada hal lain yang mengejutkan. Gus Alex bertanya ke Kyai Subhan perihal saya yang mengajar di UNU Blitar, sekaligus memberitahukan bahwa beliau adalah famili saya di Mojosari. Saya termenung setengah bingung. Bahkan, saya belum pernah sowan ke beliau. Tapi saya tahu, beliau adalah putra kyai besar, KH. Abdul Rosyid Mansur Pengasuh Pesantren Mambaul Ulum Mojosari Mojokerto. Namun, bagaimana bisa, beliau tahu saya yang bukan siapa-siapa. Sampai mengakui saya adalah famili. Betapa tawadhu'-nya beliau dan su'ul adab-nya saya. Saya membalas chat Kyai Subhan sembari menyimpan tanda tanya besar yang harus dituntaskan.   

Pesantren Mambaul Ulum tentu tidak asing bagi saya. Lha wong jarak rumah orang tua saya dengan pesantren cuma ratusan meter. Hanya beda desa. Pesantren itu juga menyimpan banyak kenangan manis, terutama bagi ibu dan ayah saya. Dengan bangganya, ayah pernah bercerita, beliau berhasil menjemput jodohnya di pesantren ini. Dipertemukan oleh kyai dengan Ibu saya. Hasil lobi yang baik dengan pengasuh terdahulu, KH. Mansur Hamid. 

Ayah saya punya pikiran sederhana tapi menyentuh sanubari. Beliau berpesan, jika ingin mendapatkan jodoh yang baik untuk menjadi ibu dari anak-anak, datang saja ke pesantren. Disana sudah banyak kader-kader istri sholihah. Apalagi langsung dipilihkan kyai. Jodoh dapat, barokah pun datang. Dan itu terbukti pada beliau.

Ketika ada kesempatan untuk pulang ke Mojosari, saya langsung bertanya ke ayah, perihal Gus Alex tadi. Beliau hanya menjawab santai. "Oalah iku ta", setengah tersenyum. Rasa penasaran saya memuncak. Beliau melanjutkan, "zaman saiki wis akeh sing kepaten obor". Saya menyimak beliau dengan serius. Pembahasan ini berkaitan dengan silsilah keluarga. Secara tidak langsung beliau mengajari saya agar jangan kepaten obor.  

Kepaten obor adalah obor yang mati. Obor mati merupakan istilah jawa yang menunjukkan terputusnya tali silaturahmi antar keluarga, entah keluarga dekat maupun jauh. Sebabnya, karena yang tua-tua sudah pada meninggal, namun belum sempat mengenalkan pada yang muda-muda, mengenai asal-asul dan keturunan keluarga agar tetap terjalin silaturahim. 

"Gus Alex dengan samean memang satu famili, satu nasab dari KH. Muhammad Amin. Kyai Amin ini putra dari Kyai Mu'thi, yang namanya diabadikan menjadi nama masjid di Dusun Sambeng. Beliau dari Madura, makamnya tidak disini". 

"Makamnya dimana yah?"

"Ndak eruh aku, kalau Kyai Amin dan Kyai Thoyyib di Sambeng". 

Makam Kyai Amin dan Kyai Thoyyib yang ada di Dusun Sambeng sudah lama saya tahu. Sering saya ziarahi ketika ada kesempatan pulang. Tertulis tahun di batu nisan Kyai Amin, beliau wafat sebelum negeri ini merdeka, 1940. Sementara Kyai Thoyyib wafat di tahun yang sama dengan kelahiran saya, 1993.

Ayah saya melanjutkan ceritanya. Cerita nasab seperti ini, bagi saya sangat seru dan memotivasi.

"Kyai Amin memiliki banyak putra, dua diantaranya KH. Muhammad Thoyyib dan Kyai Hamid. Kyai Thoyyib seorang mursyid thoriqoh, punya anak Mbah Siti, terus ke ayah. Dari jalur Kyai Hamid, putranya KH. Mansur Hamid mendirikan Pesantren Mambaul Ulum, diteruskan ke KH. Abdul Rosyid Mansur, lalu ke Gus Alex. Berarti antara samean dengan Gus Alex masih satu jalur. Metelu dari Kyai Thoyyib dan Kyai Hamid". 
Saya tercengang. Ayah saya ternyata tahu banyak soal nasab keluarga besar. Sayangnya terputus hingga Kyai Mu'thi. 

"Sebenarnya Gus Alex juga tidak tahu silsilah ini. Beberapa hari lalu ayah dan Gus Alex tak sengaja bertemu di tempat servis mobil. Akhirnya ngobrol banyak. Saya tahu Gus Alex tapi beliaunya mungkin pangling. Ketika Gus Alex tahu kalau samean ngajar di UNU Blitar, akhirnya beliau WA temannya di Blitar yang ternyata teman sesama dosen."  

Alhmadulillah. Terjawab sudah misteri soal Gus Alex yang WA Kyai Subhan. Hikmahnya, saya dapat banyak pengatahuan baru soal nasab keluarga. Jika penjelasan ayah saya digambarkan dalam hirarki silsilah keluarga, mungkin seperti ini:   


Itupun belum lengkap. Harus dilacak lebih jauh. Siapa sajakah saudara Kyai Amin, lalu berapa putranya. Belum lagi menikah dengan siapa. Wah, pusing banget. Banyak sekali saudara yang belum diketahui. Tidak heran jika banyak dari kita yang kepaten obor. Sudah lupa asal-usul karena nasabnya hilang. 

Silsilah itu masih dari jalur nenek dari ayah, belum lagi ditambah silsilah kakek dari ayah. Tambah lagi dari silsilah jalur ibu, baik kakek maupun nenek. Jadi, ada misteri ratusan saudara yang hilang. 

Ada keinginan kuat untuk terus melacak garis nasab. Kalau bisa didokumentasikan, lalu saya ceritakan ke anak cucu nanti. Kuncinya adalah sowan ke para sesepuh keluarga, sebelum sesepuh wafat sehingga obor benar-benar kepaten

Mengetahui nasab keluarga setidaknya memberikan kita tiga manfaat. Pertama adalah meningkatkan motivasi menjadi orang baik. Jika kita tahu bahwa pendahulu kita adalah orang baik bahkan seorang ulama dimasanya, harusnya sebagai keturunan beliau, kita wajib mewarisi keilmuannya. 

Alasan kedua adalah menjaga silaturrahim keluarga. Akan muncul rasa ikatan emosional, jika kita tahu bahwa orang lain masih berkerabat dengan kita. Walaupun itu keluarga jauh. 

Alasan ketiga, sebagaimana disampaikan Prof. Zainuddin ketika momentum buka bersama kemarin, bahwa mengetahui nasab keluarga adalah wasilah birrul walidain. Wasilah untuk berbakti kepada orang tua dengan cara membahagiakan beliau. Melalui untaian doa. Jangan dikira orang tua hanya yang melahirkan kita, melainkan juga orang tua dari orang tua kita, terus hingga puncak nasab yang kita ketahui. Tentu mereka, para pendahulu kita akan bangga dan senang sekali jika anak cucunya senantiasa menyebut-nyebut namanya dalam doa. Bukankan salah satu doa mustajabah adalah doa anak sholih untuk orang tuanya?

Wallahu A'lam.

Posting Komentar untuk "Kepaten Obor dan Upaya Lacak Garis Nasab"