Mengaktualisasikan Semangat Jihad Pejuang Kemerdekaan di Zaman Modern
"Hizbullah yakin, kepungan ketat itu sulit untuk ditembus dengan kekuatan yang dimiliki. Kemungkinan untuk lolos adalah mencoba menerobos ke arah barat menuju daerah Wonosalam, Jombang, yang masih dalam penguasaan republik. Namun, rintangan alam berupa Kali Porong di sisi utara tidak mungkin di seberangi dan hanya akan menjadi makanan empuk senjata Belanda. Juga di sisi timur sudah siap Pasukan Infantri Belanda yang berpangkalan di Japanan, Pasuruan. Meski suasana mencekam, malam itu pasukan Hizbullah memindahkan pasukannya ke barat jalan besar Mojosari - Pacet".
Sementara itu, Pasukan Belanda yang bernamakan Brigade Red Elephant menyebar di posisi-posisi strategis dalam upaya mengepung kedudukan republik. Tepat Tanggal 12 Februari 1949 sekitar jam 05.30 pagi, Pasukan Belanda mulai menggembur habis-habisan, pasukan Hizbullah pun mulai terdesak hingga Kutorejo. Di sepanjang Kali Ngembeh, Pasukan Hizbullah akhirnya terkepung oleh pasukan musuh bersenjata lengkap dari empat penjuru, dari arah Pacet, Pugeran, Mojosari dan Japanan yang sudah membentuk garis melingkar. Demi membela republik, pertempuran hebat pun tak terelakkan. Disinilah tetesan darah para pahlawan mengucur deras membasahi bumi pertiwi yang terjajah.
Cuplikan diatas bukanlah sekadar cerita fiksi yang dibuat-buat, melainkan kisah nyata betapa susahnya perjuangan tentara republik mempertahankan jengkal demi jengkal tanah yang sudah dikuasai namun berusaha direbut kembali oleh sekutu melalui agresi militer. Cerita di atas adalah sinopsis singkat buku "Garis Depan Pertempuran Lasykar Hizbullah 1945-1950" yang saya dapatkan secara gratis dalam acara buka bersama bersama Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII) cabang Mojokerto seminggu yang lalu. Buku ini sontak mengejutkan lamunan saya, meskipun saya sebenarnya tidak melamun. Saya yang senantiasa haus akan peristiwa sejarah menjadikan Buku ini laksana sebuah oase segar di tengah samudra, walaupun oase di tengah samudra tidak pernah ada. hehehe
Saya meyaniki bahwa fakta-fakta sejarah didalamnya adalah misteri yang hilang dalam buku-buku sejarah siswa sekolah. Ada sekelompok pasukan tempur hebat kita yang dalam buku-buku sejarah namanya terlupakan hingga nyaris menguap tergerus zaman. mereka adalah "Tentara Hizbullah", pasukan ini bukanlah pasukan Islam garis keras seperti Tentara Islam Indonesia zaman pemberontakan kartosuwiryo, bukanlah pasukan pejuang timur tegah seperti sekarang. Melainkan murni pasukan usulan Nahdatul Ulama Jawa Timur untuk membantu perjuangan. Pasukan inilah nantinya yang berperan sangat besar menghadapi serbuan tentara Belanda kombinasi tentara Inggris yang mendarat di Surabaya setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia terendus mereka. Meskipun tentara Hizbullah ini bukanlah tentara resmi republik seperti TRI (Tentara Republik Indonesia) dan PETA (PEmbela Tanah Air), Hizbullah mampu berjuang dengan gigihnya menggunakan senjata apa pun yang mereka miliki karena mereka tidak dipasok senjata api oleh republik.
Partisipasi hizbullah dalam perang revolusi kemerdekaan memang sungguh tak dapat diragukan. Siapa yang menyangka jika hizbullah yang sama sekali tak terlatih perang militer dan hanya bersenjatakan senjata rampasan sampai bambu runcing ini mampu menciptakan perang terdahsyat sepanjang sejarah nasional, hingga tepat tanggal itu, 10 November dijadikan sebagai hari pahlawan nasional. Dimana puluhan ribu pejuang rela kehilangan selembar nyawanya, Ribuan lagi luka-luka dan mengalami cacat seumur hidup, Ribuan perempuan dan anak-anak mengungsi mencari perlindungan, meninggalkan harta miliknya. Mereka tidak pernah menyesali pengorbanannya.
Sekali lagi, siapa yang menyangka jika pasukan yang ditamengi oleh pekikan "Allahu Akbar" nya Bung Tomo ini membuat para pejuang hizbullah dan para pejuang lainnya seakan kehilangan rasa takut bahkan tidak bisa digentak dengan senjata modern sekutu. Bahkan, keyakinan para jenderal sekutu yang akan mampu menguasai Surabaya dalam 3 hari akhirnya tak terbukti. Para jenderal yang berpengalaman dalam perang dunia II pun menjadi pusing kebingungan mencari solusi mengalahkan kekuatan lasykar pejuang, hingga memaksa Jenderal A.W.S Mallaby harus merayu-rayu Presiden Sukarno untuk mendamaikan suasana perang sebelum akhirnya jenderal besar tersebut harus rela kehilangan nyawanya akibat perang yang kembali memanas.
Satu hal yang patut digaris bawahi, Apakah yang menjadikan para pejuang begitu pemberani ?? Tidak lain dikarenakan semangat jihad mereka yang begitu besar, semangat jihad yang membuat tentara sekutu geleng-geleng kepala. Semangat jihad itu muncul akibat resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy'ari yang menyatakan, jihad membela tanah air hukumnya fardu ain. Sayangnya, jarang sekali para ahli sejarah yang mengaitkan pertempuran Surabaya dengan resolusi jihad.
Lantas, Bagaimana dengan zaman sekarang ? Kita tidak perlu repot-repot berjihad tembak menembak, bukan zamannya lagi. Apakah berjihad dengan menjadi teroris?? Itu malah bukan berjihad dan sungguh menodai makna jihad. Di zaman yang serba melenakan seperti sekarang, menjadikan generasi muda kita terbuai keelokan nikmat dunia. Andaikan, para pejuang kemerdekaan dulu banyak yang masih hidup, barangkali mereka akan menangis dan sakit hati melihat penguasa negeri ini yang seenaknya memperlakukan Bumi Pertiwi yang mati-matian mereka bela dulu.
Zaman Sekarang, Apakah resolusi jihad KH. Hasyim As'ary tetap masih berlaku ??? tanpa ragu, saya jawab "Iya". Namun, penerapan jihad kita sekarang adalah berbagai usaha positif kita untuk memajukan Negara, Bangsa, dan Agama. Dan akan tetap berhukum fardu ain selamanya... Dengan demikian kita tidak akan mengecewakan pengorbanan para pejuang masa lalu dan tetap akan melanjutkan cita-cita kemerdekaan negeri tercinta ini dalam bentuk lain untuk masa depan yang lebih baik. (^_^)
Wallahu A'lam Bisshowab
Trima kasih informasinya mas Abd Fauzan,dari beberapa rangkuman info yg anda tulis saya sempat ingat ketika ngopi. Waktu itu saya duduk bersama kakek” yg ber umur kubel 80thn beliau bernama mbah majid,waktu itu saya hanya ngobrol” biasa dan akhirnya membahas banyak kisah dari sudut kota mojosari hingga kisah peradaban dulu di kota mojosari…mbh majid bukan asli mojosari tapi beliau org Kec.Tarik yg setiap hari ngayuh sepedahnya mengelilingi mojosari dan daerah” sekitarnya untuk mencari rezeki,beliau juga sangat hafal betul dinamika sejarah” didaerah mojosari dan saya kira juga beliau ini seperti seorang veteran yg terlupakan di Mojosari. @lukmanabdillah13
BalasHapus#L.A13