Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Mudik Lancar Blitar-Mojosari

Mudik, jika didefinisikan sebagai pulang kampung setahun sekali menjelang lebaran, maka kami tidak cocok disebut mudik. Mungkin lebih pas jika disebut pulang kampung. Pulang kampung tidak memandang lebaran. Benar begitu, kan?

Mulai Agustus 2018, kami resmi merantau di Kota Bung Karno, Kota Blitar. Sejak saat itu pula, sudah puluhan kali kami pulang kampung ke tempat asal, Mojosari. Rata-rata dua minggu sekali. Oleh karenanya, perjalanan Blitar-Mojosari atau Mojosari-Blitar adalah hal biasa. Kami sudah mencoba menggunakan berbagai varian transportasi. Pernah menggunakan motor, mobil, kereta api hingga bis umum. Disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan uang saku pulang.

Ketika anak pertama lahir, kami lebih sering menggunakan kendaraan pribadi. Lebih fleksibel waktu dan dapat berhenti dimana saja ketika lelah. Meskipun perjalanan Blitar-Mojosari adalah hal biasa, namun jarak dan waktu tempuh tetap tidak dapat berubah. Dengan kendaraan pribadi, perjalanan bisa menempuh jarak setidaknya 110 km dengan waktu tempuh 3 hingga 4 jam. Tergantung kondisi jalan. Jika non-stop, 3 jam saja cukup. Namun tidak jarang, kami berhenti untuk sekadar sholat. Jarak segitu rasanya sudah cukup untuk men-jamak-qoshor sholat. Sampai-sampai, kami hafal sekali masjid-masjid di sepanjang perjalanan yang menjadi langganan kami sholat dan istirahat. 

Isu pelarangan mudik oleh pemerintah membuat kami mencari strategi jalan pulang. Kami berkeyakinan, sepanjang tempat rantau kami masih satu provinsi dan satu pulau, mencapai kampung halaman bukanlah hal mustahil. Apalagi jalan pulang sudah kami hapal betul.  


Analisis Situasi

Perjalanan kami dari Blitar ke Mojosari melewati 1 Kota dan 4 Kabupaten. Secara berurutan, kami mulai dari Kota Blitar, lalu melewati Kabupaten Blitar, kemudian Kabupaten Kediri, sampai di Kabupaten Jombang hingga berakhir di Kabupaten Mojokerto.

Jika penyekatan dimulai tanggal 6 Mei 2021, maka tanggal 9 Mei 2021 pastinya ada penyekatan juga. Walaupun hari minggu. Petugas yang hadir di lokasi penyekatan tidak mengenal hari libur. Semoga bapak petugas senantiasa diberikan kesabaran dan kesehatan maksimal. 

Saya mulai googling lokasi-lokasi penyekatan sepanjang jalan yang kami lalui. Hasil penelusuran kami, paman google yang baik memberitahukan ada 3 pos penyekatan yang harus kami lewati. Seperti Dora The Explorer ya? Semuanya ada diperbatasan antar kabupaten. 

Lokasi penyekatan pertama ada di Pasar Patok, Ponggok. Lokasi itu menjadi penanda perbatasan Kabupaten Blitar sisi utara dengan Kabupaten Kediri di sisi selatan. Artinya, perbatasan Kota Blitar dengan Kabupaten Blitar dapat kami lewati dengan mulus. Berita online menyebutkan, bahwa pos penyekatan Pasar Patok dijaga oleh petugas gabungan TNI-Polri yang aktif menjaga perbatasan mulai pagi hingga malam. 

Lokasi penyekatan kedua ada di Kandangan. Wilayah ini strategis sekali untuk penyekatan. Kandangan menjadi batas perbatasan 3 Kabupaten sekaligus. Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang dan Kabupaten Jombang. Kami beruntung. Tidak ada berita mengenai penyekatan di perbatasan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Jombang. Justru, fokus utama penyekatan ada di perbatasan Malang. Di dekat Kasembon. Jalur itu memang terkenal sebagai jalur utama menuju Kota Batu dan Malang Raya.

Lokasi penyekatan terakhir ada di Jalan Nasional Jombang-Mojokerto. Tepatnya di Jalan By Pass Trowulan. Tepatnya, di Pusat Perkulakan Sepatu Trowulan (PSST), walaupun kini tempat itu tak lagi jadi lokasi kulak sepatu. Di tempat ini pula, tahun lalu saya terjaring razia penyekatan. Ternyata plat S tak menjamin tak kena razia.   

Pos Penyekatan di Trowulan
Pos Penyekatan di Trowulan

Ada petugas khusus yang mengarahkan mobil dan motor untuk masuk ke PSST, sementara truk logistik langsung boleh lurus. 

Setibanya di pos, saya di tanya petugas.

"Anda darimana, mau kemana?"

Andai saya tak jujur, bisa saja saya menjawab dari Mojoagung. Otomatis tuntas masalah. Toh kenyataannya saya memang dari arah Mojoagung. Berarti tidak bohong kan? Namun apa daya, saya terlanjur dilahirkan menjadi orang baik. Saya menjawab dengan jujur. "Dari Blitar mau ke Mojosari".

"Kan sudah dibilang, jika tak ada masalah mendesak, tidak perlu pulang!" 

"Tapi ini mendesak, ketemu anak istri", saya mengiba. "Saya asli Mojokerto, hanya kerja di Blitar".

Saya menunjukkan KTP. Terteta alamat asli saya di Mojosari. Ada petugas yang khusus mendata saya dan cek suhu badan. 

"Ya sudah, Silahkan lanjut perjalanan". 

Alhamdulillah. Saya senang sekali. 

Itu cerita tahun lalu. Ketika awal-awal corona muncul. Tapi tahun ini mungkin beda cerita. Setidaknya saya sudah tahu ada lokasi penyekatan itu. 


Mencari Alternatif Jalur Tikus

Saya membuat planning B, untuk mempersiapkan diri seandainya diminta putar balik di pos-pos tertentu. 

Andai diminta putar balik di pos penyekatan Pasar Patok, saya langsung belok ke arah Desa Sumberasri, Nglegok. Jalur ini sudah saya hapal sebagai alternatif menuju Kota Blitar. Jarang saya pilih karena harus melewati Jembatan Kali Lahar. Itulah jembatan panjang yang tidak memiliki pembatas tepi. Ngeri sekali membayangkan ada kendaraan yang kecemplung disitu. Di jalan Desa Sumberasri, sebelum patung garuda, ada belokan ke kiri, arah Ngancar, Kediri. Melewati jalur truk pasir dan jembatan tanpa pembatas tepi, namun tak sepanjang Jembatan Kali Lahar. Ujung-ujungnya bisa tembus Desa Bedali, Ngancar. Lalu belok ke arah Wates. Sudah terbebas pos penyekatan. 

Untuk penyekatan di Trowulan, andai saya diminta putar balik, ya ndak papa. Putar balik akan memaksa kembali ke arah Jombang. Lagipula, tak lama setelah putar balik, akan dijumpai pertigaan besar. Jika belok ke kiri akan menuju Wisata Regili Makam Troloyo. di perempatan kolam segaran, saya bisa belok kiri arah Jatirejo, lalu terus ke Gondang, tembus Dlanggu, lewati Kutorejo, sampai deh di Mojosari. InsyaAllah aman.


Berangkat di Jam Kritis Petugas

Saya dapat ide aneh dari istri. Kata istri, yang biasa jadi penonton 86 garis keras, petugas polisi biasanya patroli tengah malam hingga dini hari. Sangat jarang dijumpai petugas patroli selepas subuh. Maka bisa jadi, di pos-pos penyekatan itu, para petugas malah aktif tengah malam hingga dini, namun cenderung pasif di waktu subuh. Jam segitu bisa jadi jam kritis petugas. Jam ngantuk-ngantuknya orang yang begadang semalaman. Bisa jadi juga jam peralihan antar shift. Mungkin saja, mulai aktif lagi di jam kerja, jam 8 pagi. 

Saya pikir-pikir, masukan istri ada benarnya. 

ketika adzan subuh berkumandang, kami langsung sholat subuh. Barang bawaan mudik sudah kami tata rapi malam harinya. Pukul 04.45, kami berangkat. Sesuai perhitungan, kami sampai di pos penyekatan Pasar Patok pukul 05.15. Awalnya kami gugup melihat kendaraan petugas berjajar di samping pos. Bahkan ada ambulan juga. Saya tengok pos penyekatan. Ndilalah, sepi sekali. Apa memang petugas kecapekan, ya? Hmm. Strategi kami berhasil. Pos terlewati dengan aman. 

Sejam kemudian, kami sampai di Kandangan. Di perbatasan Kediri dan Jombang. Alhamdulilah tidak ada pos penyekatan. Sesuai prediksi. 

Pukul 07.00, kami sampai By Pass Mojoagung arah Trowulan. Jalanan sepi sekali. Mirip kayak masuk tol. Tak sampai sepuluh menit, kami sudah tiba di depan pos penyekatan Trowulan. Saya dredeg sekali, khawatir cerita tahun lalu berulang, lalu ditanya macam-macam. Saya tengok ke kiri. Pos penyekatannya besar dan panjang. Bisa jadi petugas yang dilibatkan juga banyak. Ternyata, prediksi kami kali ini benar. Jalanan depan pos itu tidak disekat. Hanya ada barrier oren berjajar di bahu jalan. Ada beberapa personel TNI terlihat baru datang. Bisa jadi petugas lain juga masih siap-siap. Berarti, pos penyekatannya, baru beroperasi jam 8 pagi.

Alhamdulillah. Strategi mudik lancar Blitar-Mojosari tercapai.      

Posting Komentar untuk "Strategi Mudik Lancar Blitar-Mojosari"