Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gerhana Bulan dan Prank Takmir Masjid

Adalah Pak Sukiran, salah seorang takmir yang sebagaimana biasa, menjadi imam shalat maghrib di Masjid Baitul Hakim. Selesai doa bersama, saya iseng membisiki beliau sambil salaman. 

"Pak, apa ndak shalat gerhana bulan?"

"Lho, nopo wonten gerhana sakniki?", jawabnya tanya balik. 

"Wonten, malah pun berlangsung ket sonten wau". 

"Ayo wes, shalat jamaah bareng", pungkasnya. 

Alhamdulillah, saya lega. Sepanjang saya tinggal di Blitar, masjid depan rumah ini belum pernah secara resmi mengumumkan shalat gerhana berjamaah. Saya berhusnudzon, mungkin sebabnya adalah jarang ada waktu gerhana bulan yang tepat melewati shalat maghrib dan isya seperti gerhana bulan hari ini. Bahkan mungkin, takmir masjidnya yang lupa jika ada gerhana. 

Andai tidak ada shalat gerhana berjamaah, saya punya rencana shalat sendiri di rumah. Bersama istri. Mumpung ada makmum tetap, wajib dimanfaatkan maksimal.

Saking jarangnya ada shalat gerhana, tata caranya pun sampai lupa. Saya perlu belajar lagi. Buka-buka referensi. 

Sebelum shalat ba'diyah, Pak Sukiran menginformasikan adanya shalat gerhana bulan berjamaah melalui speaker masjid. 

"Bapak Ibu sekalian, jangan pulang dulu, setelah ini akan dilaksanakan shalat gerhana bulan berjamaah, dilanjutkan dengan khutbah. Dipimpin langsung oleh Ustadz Haris."

Saya yang awalnya lega mendadak kaget bukan main. Kok ya bisa-bisanya Pak Sukiran menyebut nama saya untuk mimpin shalat gerhana, apalagi beserta khutbahnya. Lha wong, jadi makmum shalatnya saja jarang, apalagi ngimamin.  

"Pak, njenengan pripun to, kok saya yang ngimamin. Kulo dereng nate lho, saestu niki". Saya terus terang menyampaikan keberatan. Belum ada persiapan apa-apa. Kasusnya beda seperti khutbah jumat, yang sudah ada selebaran jadwal setahun penuh. Jadi persiapannya sudah tertata matang.

"Wes to Gus, ora opo-opo. Aku yo ora iso carane shalat gerhana. Opo neh khutbahe, blas urung tahu.", sanggah Pak Sukiran dengan polosnya.

"Nopo maleh kulo to, Pak", saya memelas.

Saya menyebut nama takmir lain yang lebih sepuh, untuk bisa mimpin shalat gerhana. 

"Wong-wong iki awam kabeh, Mas, termasuk aku. Dadi aku manut samean wae wes", sanggahnya.  

Hal yang saya takutkan terjadi. Keadaan dimana saya yang blas tidak tahu apa-apa ini dipandang lebih tahu oleh jamaah masjid, bahkan takmir sekalipun. 

Kali ini saya merasa benar-benar di-prank oleh takmir masjid. Di-prank untuk menjadi imam shalat gerhana disertai khutbahnya, secara mendadak. Tanpa pemberitahuan dan persiapan sebelumnya.

Saya berpikir sejenak. Berusaha mengingat kembali apa yang diajarkan oleh guru-guru fiqih dulu, masalah shalat gerhana. Blank. 

Saya coba cari HP di saku baju. Ingin rasanya browsing tata cara shalat gerhana di detik-detik terakhir. Mumpung ada kesempatan. Astaghfirullah. Kan ndak bawa HP. 

Syukurlah, saya teringat status yang berseliweran di beranda facebook tadi sore, perihal shalat gerhana. Saya mantapkan hati sambil berdoa, "Ya Allah, semoga saya tidak menyesatkan para jamaah".  

Sekali lagi, ini masalah reputasi. Saya tidak boleh mengecewakan para jamaah. Jika saya menyatakan tidak sanggup, saya khawatir, jamaah bakal bubar. Saya lihat wajah mereka sudah penuh harap. 

Tiba-tiba, saya dengan pedenya langsung berdiri,

"Nggih pun, monggo dipun mulai jamaah shalat gerhana". 

Beberapa jamaah berdiri dan menata shaf untuk shalat gerhana, sebagian lagi pulang selesai ba'diyah maghrib. 

Alhamdulillah, jumlah jamaah lebih sedikit. Makin berkurang pula tekanan batin saya. Pun sangat pantas jika jamaah kembali pulang karena meragukan kapasitas saya mimpin shalat gerhana. 

"Bapak Ibu, sebelum shalat gerhana bulan dipun mulai, kulo ingatkan kembali, diniati dalam hati, usholli sunnatal khusuf makmuman lillahi ta'ala. Jumlah rakaatnya dua, tapi baca fatihah-nya sebanyak empat kali. Selesai shalat, langsung disambung khutbah singkat". 

Saya mulai memimpin shalat gerhana bulan dengan bacaan yang dikeraskan. Beberapa irama terdengar false saking gugupnya saya. Saya takut gerakan shalatnya salah.    

Setelah salam. Saya mohon izin berdiri ditempat pengimaman untuk mulai berkhutbah. Rasa pede yang tadinya muncul mendadak hilang lagi. Rasa dag dig dug der menyengat hingga jantung. Saya mengucapkan salam dengan suara parau. Seluruh mata jamaah memandang wajah saya, dengan fokusnya. Tidak ada jamaah yang ngantuk sebagaimana biasa saat jumatan. Itulah kali pertama saya berkhutbah tanpa naskah dan tanpa persiapan.  

Hal yang menguntungkan saya adalah masih hafal muqoddimah khutbah jumat yang minggu lalu baru saya sampaikan di Masjid Kampus PGSD UM. Saya samakan rukun khutbah shalat gerhana sebagaimana rukun khutbah jumat. Meskipun redaksi rukunnya amat minimalis. Membaca hamdalah, bershalawat nabi, membaca Ayat Al-Quran, memberikan wasiat takwa lalu ditambahkan bacaan doa "allahummaghfir" di khutbah kedua. 

Selesai baca muqoddimah di khutbah pertama, pelan-pelan saya mulai menenangkan diri. Saya sampaikan dengan bahasa indonesia secara ringkas tentang fenomena gerhana dan fakta umat islam sekarang yang mulai jarang mengamalkan sunnah nabi berupa shalat gerhana. Sehingga, jika tidak dibiasakan, lama-lama sunnah ini akan menjadi asing di tengah masyarakat.

Saya sampaikan juga perihal Hadist Nabi riwayat Imam Bukhari perihal anjuran nabi ketika adanya gerhana, yakni shalat gerhana, memperbanyak istighfar, mengucapkan tasbih atas keagungan Allah, serta bersedekah. Kebetulan, saya ingat hadist itu karena baca status Facebook dan WA sebelumnya. Begini rasanya menjadi khatib abal-abal. Sanad ilmunya dari Facebook dan WA. 

Sesampainya saya di rumah, yang saya tuju pertama adalah rak lemari buku. Saya ambil buku hadist Al-Lu'lu' wal Marjan dan Kitab Fiqih Fathul Qorib yang sudah diterjemahkan oleh Lirboyo Press. Saya khawatir ada tata cara dan penjelasan saya yang menyimpang. 

Buku Hadist Al-Lu'lu' wal Marjan untuk kroscek dalil-dalil seputar shalat gerhana dan khutbahnya. Didapatkan dari riwayat shahih Muslim dan Bukhari. Penjelasan lebih rinci dari dalil hadist, ada di kitab fiqih Fathul Qorib. Kitab ini menjadi rujukan dasar fiqih tentang petunjuk shalat gerhana dan khutbahnya sesuai madzab Imam Syafi'i. Agar lebih paham dan jelas di tataran teknis, saya kuatkan dengan rerefensi bacaan dari NU Online. 

Alhamdulillah, insyaAllah tidak ada hal yang menyimpang. Meski mendadak, satu lagi tugas berat tertunaikan. Disertai bertambahnya ilmu dan pengalaman. 

Citra gerhana bulan oleh FAI UNU Blitar
Citra gerhana bulan tadi malam kiriman FAI UNU Blitar


Posting Komentar untuk "Gerhana Bulan dan Prank Takmir Masjid"