Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masjid Getol Pembangunan, Sepi Pengajian

Shalat maghrib di masjid berjalan sebagaimana biasa. Kebanyakan jamaah sudah pada bubar. Ada juga yang khusuk berdzikir menanti waktu isya'. Sebagian lagi duduk santai di teras masjid. 

Saya sempatkan diri untuk ikutan nimbrung di teras masjid. Sekadar basa-basi. Sudah ada Pak Sukiran menanti. Biasanya, ada pula Pak Manap dan Pak Suryani. Waktu itu langsung pulang. Tinggal saya dan Pak Sukiran saja. Jika semua pada kumpul, obrolan ala bapak-bapak bisa menggema sampai sudut masjid.

Disela-sela obrolan saya dengan Pak Sukiran, datang Pak Mahpud menyapa dari belakang. Jarang-jarang ia ikutan nimbrung. Lebih sering ngeluyur pulang begitu saja. Maklum, rumahnya di ujung barat kampung. Beda dengan kontrakan saya yang hanya sepelemparan batu dari masjid.

"Mas, samean pengurus takmir, to?" 

"Saya, Pak?" 

Saya kira pertanyaan itu ditujukan ke Pak Sukiran, ternyata memang untuk saya. 

"Walah, nggih mboten to pak, sebelah saya ini yang jadi pengurus takmir. Apalah saya ini, cuma pendatang, Pak", jawab saya sekenanya.

Saya senggol Pak Sukiran agar mau mengaku. 

"Wonten dawuh, Pak?" ujar Pak Sukiran penasaran. 

"Saya cuman ngasih masukan saja, Mas, gini", wajah Pak Mahpud terlihat serius, ia melanjutkan, "saya ini seneng dengerin pengajian. Sayangnya masjid ini ndak ada rutinan pengajiannya. Saya sampai jauh-jauh datang ke masjid Muhammadiyah sana, mas. Pengajiannya rutin. Lah piye, disini ndak ada."

Jleb.

Akhirnya saya tidak galau sendirian. Saya bersyukur, ada jamaah seperti Pak Mahpud yang masih memikirkan hadirnya majelis ilmu di masjid. 

Jamaah seperti Pak Mahpud ini layak diundang acara rapat takmir untuk berkeluh kesah. 

Bagi saya pribadi, adanya masjid seharusnya memberi kebermanfaatan terhadap dua hal untuk umat, yaitu amal dan ilmu. Aktivitas jamaah shalat lima waktu misalnya, pasti memberikan manfaat bertambahnya amal. Apakah lantas menambah ilmu? Tidak. Menambah ilmu harus di majelis ilmu. Masjid adalah tempat terbaik menggali ilmu keislaman. Bukankah amal akan tertolak jika tidak disertai ilmu? Sudah sepatutnya amal ibadah dibarengi dengan kajian keilmuan. Inilah fungsi masjid yang perlu direkonstruksi.

Saya merasa, banyak masjid yang lebih getol pada pembangunan fisik, daripada peningkatan kualitas jamaahnya. Apalagi jika aktivitas harian masjid hanya untuk shalat berjamaah saja. Eman-eman -jika tidak ingin mengatakannya prihatin.

"Monggo, Pak, masukan bagus ini", sahut saya ke Pak Sukiran.

"Nah itu, takmir pernah saya kasih masukan, tapi belum ditanggapi, ya sudah."

"Apa langsung kita rutinkan saja pengajiannya, Pak. Bisa tiap habis maghrib. Ngaji kitab dasar-dasar saja. Tiap hari topiknya ganti. Misalnya fikih, akidah, tarikh, tafsir, hadist, lalu ada ngaji khusus penguatan hujjah Amaliah An-Nahdliyah. Takmir tinggal dikabari saja belakangan, Pak. Mesti langsung setuju itu, pripun?" saya mengusulkan. 

"Sae sanget niku, mas. Setuju saya. Langsung njenengan saja yang ngisi pengajian, mas", sahut Pak Mahpud girang. 

Ini yang saya takutkan. Kalau saya yang ngisi pengajian, ngajinya jadi beda topik. Bukan lagi fikih, akidah atau bahkan ilmu tafsir, tapi ngaji pemrograman, data mining, sampai artificial inteligent. Malah kacau. 

Semoga saja pengajian rutin terealisasi dan bisa mendatangkan asatidz yang kompeten di bidangnya. Dengan begitu, masjid bisa naik level, dari spesialis jamaah shalat lima waktu jadi masjid sumber ilmu. Masjid juga tidak hanya getol pembangunan, tapi tetap ingat pengajian.

Posting Komentar untuk " Masjid Getol Pembangunan, Sepi Pengajian"